SUARAEMPATLAWANG.COM
Anita Puad, wanita muslim yang sering mengunakan hijab berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Empat Lawang Sumatera Selatan dalam berbagai komentar sering berbuat rasis dan menebar permusuhan dikalangan masyarakat.
Bahkan Ia pun tidak segan-segan melecehkan profesi wartawan dalam sebuah postingan dengan menyebut wartawan cukup dibayar 50 ribu.
Tidak hanya itu, ia kerap kali menyebut orang buyo (bodoh) di media sosial hanya karena beda pandangan maupun dukungan politik.
Lebih sadis lagi, Anita Puad menuduh Margarito tersesat demi dibayar mahal oleh pihak yang sesat. Pernyataan tersebut diduga imbas dari kesaksian Margarito di sidang MK 12 Februari 2025 lalu.
Anehnya lagi, Anita berani bersumpah dengan menyebut nama Allah bahwa aksi segelintir orang yang diduga pendukung calon gagal melakukan orasi di gedung kpk tidak dibayar.
Anita diketahui mendukung mantan narapidana kasus suap terhadap Hakim MK pada tahun 2013 lalu untuk maju sebagai salah satu bakal calon bupati di empat lawang.
Komentar Anita di media sosial menurut Sandri adalah ungkapan frustasi dan kecintaan buta terhadap mantan narapidana kasus korupsi.”Sudah-sudahlah, mungkin saat mantan narapidana tersebut menjabat ia dihormati dan diperhitungkan di empat lawang, bukan seperti sekarang yang tidak punya jabatan. Melihat komentar yang sering dibuat oleh Anita Puad, wanita tersebut seperti tidak punya kepribadian yang baik. Tidak pantas seorang ASN mengeluarkan umpatan di medsos, apalagi melecehkan profesi wartawan,” sesal Sandri wartawan
Sebagai seorang ASN, menurut Sandri, Anita seharusnya memahami etika dalam berkomunikasi, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Apalagi, wartawan bekerja dengan landasan Kode Etik Jurnalistik dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18 UU Pers disebutkan bahwa barang siapa yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana dengan hukuman 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Tak hanya itu, sebagai aparatur negara, Anita juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Dalam aturan tersebut, PNS yang terbukti melakukan tindakan yang mencoreng nama baik instansi dan melanggar etika profesi dapat dikenakan sanksi mulai dari teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemberhentian dengan tidak hormat.
Aparat Penegak Hukum (APH) Diminta Bertindak Tegas
Menyikapi hal ini, banyak pihak mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menindaklanjuti perbuatan Anita. Sebab, jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk yang merusak citra PNS secara keseluruhan. Perlu ada langkah tegas dari instansi terkait, baik itu dari pihak kepolisian maupun instansi tempat Anita bekerja, guna menegakkan aturan yang berlaku.
Jika tindakan melecehkan profesi wartawan dibiarkan tanpa ada sanksi yang jelas, bukan tidak mungkin kasus serupa akan kembali terjadi di masa depan. Etika dan moralitas seharusnya menjadi fondasi utama bagi setiap aparatur negara dalam menjalankan tugasnya, bukan malah sebaliknya.
Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi dunia birokrasi. Sudah saatnya ada penegakan disiplin bagi oknum-oknum yang mencoreng nama baik institusi mereka sendiri. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara semakin luntur akibat ulah segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.(Tim Redaksi)