Opini ditulis Redaksi Suaraempatlawang (foto hanya pemanis)
SUARAEMPATLAWANG.COM
Merujuk berbagai sumber Kata sifat sementara digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak permanen atau hanya berlangsung dalam waktu singkat. Contohnya, “Kami tinggal di rumah ini hanya untuk sementara saja”.
Namun dalam dunia politik yang konon kabarnya ” Haram ” hanya jika kalah (menghalalkan bermacam cara), kata sementara diterjemahkan berbeda, bahkan diterjemahkan sebaliknya (permanen).
Entah karena ketidak mengertian dalam kosa-kata atau memang sengaja pura-pura gila, beberapa akun media sosial khususnya faceebook secara masif melakukan pembodohan menyetarakan kata sementara dengan permanen.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan tidak membeda-bedakan jabatan baik sementara maupun defenitif hanya diperuntukkan untuk menghitung periodeisasi pejabat daerah. Justru disamakan dengan putusan Mendagri untuk hal berbeda.
Kata Sementara sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan tidak permanen. Menteri Dalam Negeri yang pada saat itu di jabat Tjahyo Kumolo menerbitkan surat pemberhentian sementara bupati defenitif yang berhalangan tetap karena tersangkut hukum. Kata Sementara disini tidak lain karena Bupati defenitif belum mendapat kekuatan hukum tetap pada proses pidana yang sedang dijalani.
Parahnya kata sementara di empat lawang oleh segelintir warga dicocok-cocokan dengan putusan MK sehingga kata sementara tujuannya berbeda dijadikan alat untuk menebarkan kebencian ke instansi maupun orang-orang tertentu.
Komentar