Terduga pelaku saat mendatangi korban di RSUD Kabupaten Empat Lawang (tangkap layar)
SUARAEMPATLAWANG.COM
Beredar pemberitaan oknum pegawai Lapas Kelas IIB Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang Sumatera Selatan yang melakukan penganiayaan terhadap anak dibawah umur telah berdamai dengan orang tua korban.
Sebelumnya diberitakan peristiwa dugaan penganiayaan menimpa anak berusia 11 Tahun berinisial W terjadi Pada Rabu 12 Juni 2024 pukul 15.00 WIB di Talang Jawa Kelurahan Jaya Loka Kecamatan Tebing Tinggi.
Menurut pengakuan korban yang mengaku kepada ayahnya, bahwa dirinya dianiaya oleh oknum petugas LP dengan cara dipukul mengunakan besi, tidak hanya itu korban juga dituduh mencuri besi oleh terduga pelaku. Korban juga diancam untuk tidak memberitahu orang tuanya atas penganiayaan yang ia alami.
Korban sempat dilarikan orang tuanya ke rumah sakit sebelum melaporkan kasus penganiayaan ke Mapolres Empat Lawang Polda Sumatera Selatan.
Penganiayaan Terhadap Anak Delik Biasa Tidak Perlu Ada Laporan
Merujuk Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan Pasal 80, penganiayaan terhadap anak masuk katagori lex spesialis jadi tidak ada ruang perdamaian. Perdamaian yang dibuat tidak menggugurkan tindak pidana.
Menurut Herman Hamzah, SH., MH salah satu pengacara kondang di Sumatera Selatan, perdamaian adalah hal yang wajar sebagai upaya pelaku bertanggungjawab namun perbuatan pidananya tetap diproses.” Kalau korban nya anak dibawah umur, karena ini termasuk delik umum, jadi orang tuanya tetap laporkan saja ke Polisi, nanti kalau pelaku mau berdamai mau bertanggungjawab itu hal yang wajar dan perbuatan dia tetap diproses secara hukum, jangan mau diobati memaki KTP dan KK sama saja dengan gratis. Perdamaian tidak menggugurkan tindak pidana. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk maka pihak kepolisian khususnya penyidik harus tegas dalam hal menindak lanjuti laporan terkait korban nya adalah anak dibawah umur mengingat anak adalah generasi penerus bangsa dan harus ada perlindungan khusus dan diakomodir oleh negara hak-hak nya tersebut,” ungkap Herman Hamzah.
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Panca Bhakti Pontianak, Dr. Herman Hofi Munawar mengatakan Ia mengatakan pada Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan Anak ancaman pidana penjara 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
“Selain ketentuan yang saya sampaikan, masih dalam UU yang sama pada Pasal 80 Jika penganiayaan dilakukan oleh pelaku menimbulkan luka berat kepada korban, maka pelaku dapat diancam dengan Pidana Penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta,” jelas Herman Hofi lagi.
Menurutnya tidak ada alasan untuk membiarkan kasus pemukulan ini mengambang tidak ada kejelasan.
“Pembiaran proses hukum yang mengambang tidak ada kepastian hukum maka penyidik dapat dikatagorikan bentuk pelecehan kemanusian,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut Herman Hofi menyebut proses penegakan hukum terhadap anak yang mengalami kekerasan masih sangat menyedihkan. Masih banyak persoalan hukum yang terkesan tidak tuntas dan mengambang, dan sangat menyakitkan orang tua korban dan bahkan rasa keadilan masyarakat terusik.
Pihak yang berwenang perlu melakukan evaluasi agar penegakan hukum ini menjadi baik. Penegakan hukum yang konsisten dan tegak lurus dalam penegakan hukum, Hal ini menjadi penting jangan sampai masyarakat mencari keadilan dengan caranya sendiri.
“Jangan salahkan masyarakat jika masyarakat bertindak dengan caranya sendiri karena merasa tidak ada kepastian hukum, Untuk itu upaya pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap APH menjadi sangat penting, Masyarakat juga harus berperan aktif mendukung proses penegakan hukum,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, pernah memberikan reaksi atau tanggapan atas perkara Kepala Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, yang melakukan penganiayaan terhadap anak dibawah umur.
Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil dengan nama Kak Seto itu menyebut, meski masalah penganiayaan yang dilakukan oleh Kepala Desa Srigading itu tidak termasuk dalam delik aduan atau dari pihak korban tidak melakukan laporan kepolisian, perkara tersebut tetap dapat dilakukan proses hukum.
“Jadi perlu ditindak. Pelaku wajib untuk di pidana,” kata Kak Seto, melalui wawancara panggilan telepon, Senin (31/07/2023).
Menurutnya, jika pihak kepolisian dinilai lambat dalam menangani perkara itu maka masyarakat maupun media bisa terus mendesak.
“Karena ini kampanye bersama, untuk tidak ada lagi kekerasan terhadap anak. Sehingga siapapun juga yang melakukan kekerasan terhadap anak dia itu terkena sangsi pidana,” jelasnya.
Mengenai perkara tersebut, akan ia koordinasikan kepada Ketua LPAI Lampung Andi Lian, agar dapat membantu mempertanyakan kepada pihak Polres Lampung Timur.“ Ini kan sudah kewajiban polisi untuk melakukan penindakan,”
Sumber berita RRI Pontianak dengan judul : Prihatin Kasus Penganiayaan Anak, Pengamat Hukum Ingatkan APH, TrustMedia.ID dengan Judul Seto Mulyadi: Penganiayaan Anak Kategori Pidana Dan Bukan Delik Aduan)
Komentar