oleh

Media online Dan Lembaga Swadaya Masyarakat Selalu Berupaya Mendorong Pihak Terkait Memeriksa Kepala Desa Yang Bermasalah

SUARAEMPATLAWANG.COM

Dasar kita berbicara terkait penyalah gunaan Anggaran Negara salah satunya DANA DESA. :
1. UU NO. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. UU NO. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
3. PP NO. 43 tahun 2018 tentang peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Namun setelah keuluar UU No.06 tahun 2014 partisipasi masarakat lokal melemah. contoh LPMD yang dari tokoh masarakat loka tak di fungsikan dalam pembangunan desa, BPD jadi mitra Pemerintah Desa. LMD jadi LPM, yang tidak jelas fungsinya.

Pengelolaan Keuangan Desa adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban atas penggunaan dana desa.

Tujuan utama pengelolaan keuangan desa adalah untuk memastikan bahwa anggaran yang diterima dan dikelola oleh pemerintah desa digunakan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel demi kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, pembangunan desa merupakan upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Sedangkan pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.

Di Empat Lawang aroma penyimpangan Penggunaan Dana Desa dan Alokasi Anggaran Dana Desa cukup menyengat. Beberapa media Online cukup sering mengangkat informasi adanya penyimpangan. Bahkan ada beberapa LSM sudah melayangkan Surat pengaduan Dengan harapan Turunnya Tim BPKP perwakilan Sumatera Selatan Bidang APBN DD untuk melakukan evaluasi akuntabilitas keuangan desa di Empat Lawang dengan fokus pada pengelolaan keuangan desa, pendamping desa, dan peran inspektorat sebagai APIP di daerah. Sebagai rujukan Aparat Penegak Hukum untuk bertindak bila ada temuan penyimpangan.

Yang di harapkan tidak kunjung ada. Timbul persepsi di tengah masyarakat. Para Kepala Desa yang terindikasi melakukan penyimpangan Kebal Hukum. Ada yang melindungi, Aparat Penegak Hukum telah di suap. Bahkan apatis serta Apriori terhadap Awak media dan LSM.
” Percuma Melapor, tidak akan di tindak lanjuti ” komentar warga di salah satu fostingngan.
Lain lagi keluhan salah satu rekan di suatu lembaga. ” Kami kesulitan mencari Nara sumber serta saksi ” ” Masyarakat menyampaikan ada indikasi penyimpangan, tapi tidak di sertai dengan bukti “ tulisnya di salah satu komentar.

Enggannya Masyarakat Untuk Maju menjadi Saksi serta Mencari Bukti-bukti, tidak lepas dari adanya unsur kekerabatan dan jasa. Padahal esensinya untuk mengangkat suatu perkara, harus ada ; Pengaduan, Ada saksi, dan Di sertai bukti bukti. Jadi kesimpulannya jika masyarakat ingin memperkarakan Kepala Desa yang melakukan penyimpangan Dana Desa dalam rangka memperkaya diri sendiri atau konco konco, bantu para pihak membuktikan penyimpangan, dan kesediaannya untuk menjadi saksi. Terkecuali inspektorat, Jampidsus, dan Tipikor melakukan Evaluasi akuntabilitas keuangan Desa.
Siapa Yang Melindungi Kepala Desa Korupsi ?
Ya …… Rakyatnya sendiri, yang tidak mau bersaksi dan menyembunyikan barang bukti. ( Mad_Delungap )

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *