oleh

Gagasan Revolusi Mental Merupakan Upaya Dalam Menumbuhkan Rasa Toleransi Antar Budaya di Indonesia

Fathya Shafa Diani

ARTIKEL

Revolusi Mental adalah gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia
agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang
rajawali, serta berjiwa api yang menyala-nyala. Dalam kehidupan sehari-hari, praktek
revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan
punya semangat gotong-royong.

Pemaparan teks tersebut merupakan gagasan revolusi mental yang pertama
kali dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17
Agustus 1956. Tidak hanya Ir. Soekarno, Presiden Jokowi pun menyerukan tentang
revolusi mental dengan adanya sebuah Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Gerakan Nasional Revolusi Mental mendorong terwujudnya lima gerakan perubahan
Indonesia, yaitu Gerakan Indonesia Melayani, Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan
Indonesia Mandiri, Gerakan Indonesia Tertib, dan Gerakan Indonesia Bersatu.

Dalam mewujudkan Gerakan Indonesia Bersatu, kita harus melakukan upaya
dalam menumbuhkan rasa toleransi antar budaya, ras, suku, maupun golongan yang
ada di Indonesia. Hal tersebut bertujuan agar seluruh masyarakat Indonesia dapat
mengubah cara berpikir dalam memandang suatu perbedaan. Jika masyarakat
Indonesia menyadari akan pentingnya menerapkan sikap tersebut, maka akan
terciptanya individu yang menjunjung tinggi rasa toleransi dan sikap saling
menghargai antar sesama manusia, serta dapat menyesuaikan diri di setiap situasi.

Di Indonesia masih terdapat kasus intoleransi antar budaya, salah satu kasus
intoleransi yang pernah terjadi yaitu kasus rasisme yang dialami mahasiswa papua
yang sedang melanjutkan pendidikan di Surabaya dan Malang pada tahun 2019.
Dikutip dari laman tirto.id, Jumat, 16 Agustus 2019, sekolompok personel TNI
menggedor gerbang asrama. Alasannya, mereka melihat ada bendera Merah Putih
yang dipasang pemerintah Kota Surabaya jatuh ke selokan. Secara bertahap Satpol PP
dan ormas berdatangan. Mengepung asrama itu sampai selama 24 jam. Bermacam
makian bernada rasisme diteriakkan sambil sesekali melempari batu ke arah asrama
Papua. Kemudian pada Senin, 19 Agustus 2019, dua hari setelah negara Indonesia
merayakan kemerdekaannya ke-74, masyarakat Papua menumpahkan kekecewaannya
di Jayapura dengan berdemo jalan kaki sepanjang 18 km dari Waena menuju kantor
gubernur, mereka menuntut rasisme terhadap masyarakat Papua harus dihentikan.

Gubernur Papua Lukas Enembe bahkan dengan tegas mengatakan “Kami bukan
bangsa monyet, kami manusia.” Aksi tersebut merupakan akibat dari kemarahan
masyarakat Papua terkait peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya
dan Malang.

Ditinjau dari artikel mengenai peristiwa rasisme terhadap mahasiswa Papua
diatas, telah membuktikan bahwa di Indonesia masih menerapkan adanya sikap
intoleransi antar budaya, ras, suku, maupun golongan di berbagai daerah. Hal tersebut
menjadi salah satu penyebab berkurangnya sikap saling menghargai dan menghormati
antar golongan, rendahnya cara berpikir maupun cara pandang seseorang dalam
menanggapi berbagai perbedaan yang ada di Indonesia, dan tentunya menghambat
Gerakan Nasional Revolusi Mental dalam Gerakan Indonesia Bersatu.

Hal ini berkaitan dengan nilai Pancasila pada sila ketiga yang berbunyi
“Persatuan Indonesia”. Dalam sila ketiga terdapat nilai-nilai Pancasila yang
berdasarkan persatuan dan kesatuan bangsa, baik menurut ideologi, agama, budaya,
ras, serta suku bangsa yang dianut masyarakat Indonesia di setiap daerah. Kurangnya
pemahaman mengenai sila ketiga dalam Pancasila dapat menimbulkan peperangan
antar suku, ras, maupun golongan. Tidak hanya itu, penyimpangan terkait paham
yang dianut di setiap daerah pun menjadi salah satu penyebab kurangnya pengamalan
dan pemahaman mengenai sila ketiga tersebut
Penerapan nilai-nilai Pancasila pada sila ketiga dapat dilihat dari sikap dan
tingkah laku masyarakat yang mempunyai keinginan untuk bersatu, serta sikap rela
berkorban demi mencapai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Jika kita dapat
menghormati dan menghargai setiap perbedaan yang ada, ditinjau dari suku bangsa,
ras, maupun golongan di setiap wilayah, maka hal tersebut merupakan salah satu
wujud ekspresi diri kita sebagai masyarakat Indonesia terhadap nilai-nilai Pancasila
yang ada pada sila ketiga.

Oleh sebab itu, upaya menumbuhkan rasa toleransi antar budaya di Indonesia
harus dilakukan karena dapat mengubah cara berpikir masyarakat dalam menanggapi
perbedaan budaya, suku, ras, maupun golongan yang ada di Indonesia. Salah satu
caranya yaitu dengan mengadakan kegiatan positif yang dapat memberikan edukasi di
masyarakat terkait pentingnya menanamkan sikap toleransi dalam menanggapi suatu
perbedaan. Selain itu, upaya menjunjung tinggi sikap toleransi dalam masyarakat
bertujuan agar warga negara Indonesia dapat lebih memahami hal-hal terkait
perbedaan budaya, suku, ras, maupun golongan yang ada di Indonesia, serta tidak
adanya perpecahan yang terjadi antar sesama golongan yang dapat menjadi salah satu
penghambat dalam kemajuan bangsa Indonesia

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *